Sampai saat ini, kanker masih menjadi momok yang menakutkan bagi setiap orang, tidak terkecuali kanker usus besar. Berbagai cara dan upaya dilakukan untuk meminimalkan kematian akibat kanker. Skrining atau deteksi dini merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan karena dengan deteksi dini. Dengan mengetahui sejak awal, maka dampak yang muncul akibat kanker yang tidak terdeteksi dapat dicegah.
Siapa yang Perlu di Skrining?
Skrining atau deteksi dini ditujukkan pada pasien-pasien yang memiliki risiko mengalami kanker usus besar. Secara umum, seseorang dapat dikategorikan dalam risiko sedang atau risiko tinggi terkena kanker usus besar. Siapa sajakah mereka?
Risiko Sedang |
Risiko Tinggi |
Setiap orang berusia 50 tahun atau lebih |
Setiap orang dengan riwayat polip adenomatosa |
Setiap orang tanpa riwayat kanker kolorektal atau inflammatory bowel disease |
Setiap orang dengan riwayat pembedahan kanker kolotektal |
Setiap orang tanpa riwayat keluarga kanker kolorektal |
Setiap orang dengan riwayat adenoma atau kanker kolorektal pada keluarga terdekat (ayah, ibu, saudara kandung) |
Setiap orang yang terdiagnosis adenoma atau kanker kolorektal setelah berusia 60 tahun |
Setiap orang dengan riwayat inflammatory bowel disease yang lama |
|
Setiap orang dengan diagnosis atau kecurigaan penyakit polip usus menurun |
Terus apa aja Skrining yang bisa dilakukan?
Seperti Namanya, pada pemeriksaan ini, Dokter memasukkan jari telunjuknya ke dubur anda untuk meraba apakah ada benjolan atau tumor yang teraba. Pemeriksaan ini bermanfaat pada tumor yang berlokasi di rectum yang dekat dengan anus. Pemeriksaan ini dirasa kurang nyaman dan tidak memberikan akurasi diagnostik yang tinggi, sehingga seringkali dilakukan pemeriksaan lain untuk skrining kanker kolorektal, terutama yang tidak bergejala.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara meneteskan suatu reagen pada sampel feses pasien, kemudian dilihat apakah ada perubahan warna akibat reagen tersebut. Perubahan warna yang terjadi menandakan adanya darah yang tidak terlihat oleh mata (samar), dan hal in bisa menunjukkan adanya struktur yang berdarah di usus besar, seperti polip atau tumor. Pemeriksaan ini cukup mudah dan murah, namun hasil positif pada pemeriksaan ini bukan menjadi dasar diagnosis, sehingga pasien akan dirujuk kepada fasilitas kesehatan yang lebih lengkap untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan ini dapat diulang setiap tahun.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara memasukkan “teropong” kecil melalui anus untuk melihat gambaran kontur dari usus besar. Pemeriksaan ini disebut pemeriksaan yang paling efektif dalam mendeteksi polip/kanker kolorektal, karena dengan pemeriksaan ini prosedur pengambilan polip dan/atau biopsy dapat dilakukan bersamaan dengan prosedur diagnostik. Ada beberapa variasi dari tindakan ini:
Pemeriksaan ini dilakukan pada rumah sakit yang belum memiliki fasilitas endoskopi. Pemeriksaan ini memiliki nilai diagnostik yang cukup baik, sehingga bisa dilaksanakan sebagai skrining pada rumah sakit-rumah sakit di daerah yang belum memiliki endoskopi. Terdapat dua pilihan pada pemeriksaan ini:
Lalu metode apa yang bisa aku pilih?
Metode skrining ini dapat anda diskusikan dengan Dokter yang merawat anda. Perlu diperhatikan juga bahwa seseorang dengan faktor risiko tinggi mengalami kanker usus besar disarankan untuk langsung melakukan pemeriksaan kolonoskopi. Aplikasi Oncodoc menyediakan skrining berbasis aplikasi untuk membantu anda dan Dokter anda dalam menentukan langkah apa yang bisa diambil dalam menapis kanker usus besar.
Sumber:
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/406/2018 tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Kanker Kolorektal
Ditulis oleh: dr. Damianus Galih Panunggal
Disunting oleh: dr. Daniel Rizky, SpPD-KHOM