Kanker serviks merupakan keganasan yang terletak pada serviks atau leher rahim, yang terletak dibagian terbawah rahim, menghubungkan rahim dengan vagina. Kanker serviks merupakan kanker yang sering ditemukan pada saat kehamilan, meski tetap jarang ditemukan. Terdapat 1-2 kasus per 2.000-10.000 kehamilan di Eropa. Apakah bahaya untuk ibu hamil yang memiliki kanker serviks? Dan apakah pasien kanker serviks dapat hamil?
Setelah didiagnosis kanker, banyak pasien mengkhawatirkan apakah pasien masih dapat memiliki anak di kemudian hari. Pengobatan kanker dapat mempengaruhi fertilitas atau kesuburan seseorang bergantung pada fertilitas awal sebelum kanker, usia, pengobatan yang diterima, dosis obat, durasi pengobatan, waktu pengobatan terakhir, serta kondisi kesehatan pasien secara keseluruhan. Risiko adanya infertilitas meningkat pada terapi kanker tertentu seperti kemoterapi atau pengangkatan rahim (histerektomi).
Pasien yang memiliki kanker stadium awal dapat mendapat terapi yang tidak mengganggu kesuburan jika pasien masih ingin memiliki anak. Pasien yang ingin hamil setelah terapi dapat memilih terapi yang sesuai dan lebih rendah risiko. Pengobatan ini akan menargetkan hanya pada serviks dan bukan uterus. Terapi yang dapat diberikan berupa pembedahan yang mengambil jaringan serviks yang terkena kanker. Setelah melahirkan, pasien kanker dapat melanjutkan terapi kanker sesuai standar.
Pasien kanker serviks stadium akhir masih dapat mengusahakan kehamilan dengan bantuan seperti fertilisasi invitro (IVF) atau dikenal sebagai bayi tabung, meski tetap harus dikonsultasikan dengan dokter terkait apakah pasien dapat berhasil hamil dengan metode ini. Pasien juga dapat melakukan pembekuan embrio/sel telur sebelum dimulai pengobatan.
Dokter mungkin tidak akan menyinggung mengenai kehamilan pada pasien, maka pasien perlu menyampaikan kepada dokter apabila ingin hamil setelah pengobatan, agar dokter dapat memberikan opsi yang sesuai dengan rencana pasien.
Pengaruh terapi kanker terhadap kesuburan
Terapi kanker dapat mempengaruhi fertilitas seseorang. Kemoterapi dapat mempengaruhi ovarium atau indung telur dan hormon esterogen sehingga menghambat proses ovulasi. Meski terkadang bersifat sementara dan akan kembali setelah pengobatan selesai. Karena mempengaruhi hormon, tidak hanya proses ovulasi, namun metabolisme tubuh juga akan terganggu seperti haid tidak teratur dan keringat malam. Pada wanita usia pra menopause, kemoterapi dapat menyebabkan infertilitas. Hal ini juga berlaku pada terapi hormonal
Terapi radiasi pada daerah panggul, perut dan pinggang dapat mempengaruhi organ reproduksi sekitar. Organ reproduksi seperti ovarium dapat terpengaruh hingga menimbulkan infertilitas. Ovarium dapat dilindungi dengan tindakan bedah sebelum dilakukan radiasi agar terhindar dari paparan radiasi.
Kehamilan pada pasien kanker
Banyak kasus dimana kanker baru ditemukan setelah kehamilan. Pada tahap ini, pengobatan dapat berisiko dan membahayakan kandungan. Memilih terapi pada kehamilan merupakan pilihan personal yang kompleks dan harus didampingi tim dokter terkait. Terapi dapat bervariasi bergantung trimester kehamilan.
Pada trimester pertama, dokter tidak akan melakukan kemoterapi karena dapat mengganggu pertumbuhan janin dan menyebabkan keguguran. Pada pasien dengan kanker yang memiliki lesi jaringan yang kecil, jaringan tersebut dapat diangkat saat biopsi. Namun tindakan ini berisiko perdarahan yang diikuti dengan keguguran. Pada pasien dengan usia kandungan kurang dari 3 bulan, dokter merekomendasikan untuk segera menerima terapi. Pasien biasanya akan diminta untuk memilih apakah berkenan untuk menggugurkan kandungannya. Apabila pasien tidak ingin, maka terapi akan dimulai pada trimester berikutnya setelah kehamilan lebih dari 3 bulan.
Terapi untuk pasien pada kehamilan trimester kedua dapat berupa kemoterapi neoadjuvan, biopsi dan pembedahan. Biasanya dokter akan mempertahankan kehamilan dan meminta pasien untuk bersalin secara operasi Caesar. Pada saat persalinan dapat dilakukan pengangkatan rahim dan dilanjutkan dengan kemoterapi atau terapi radiasi. Beberapa penelitian menyatakan bahwa pasien yang melakukan kemoterapi pada saat hamil memiliki risiko persalinan prematur lebih tinggi disertai pertumbuhan yang terhambat pada janin.
Di trimester ketiga kehamilan, pasien dapat melanjutkan kemoterapi apabila dokter menyatakan aman untuk dilanjutkan. Persalinan dapat dilakukan dengan operasi Caesar setelah 37 minggu usia kehamilan. Pertimbangan untuk dilakukan persalinan tetap berdasarkan pertimbangan keadaan dan keselamatan ibu dan janin. Setelah persalinan, terapi kanker dapat dilanjutkan.
Apakah kemoterapi mempengaruhi bayi? Studi terkait menyatakan bahwa kemoterapi saat kehamilan tidak memiliki dampak negatif pada kesehatan dan kecerdasan anak. Namun kelahiran prematur pada kebanyakan kasus kehamilan pada kanker serviks mungkin dapat mempengaruhi perkembangan kognisi anak. Pemberian kemoterapi relatif lebih aman pada trimester kedua dan ketiga meski salah satu obat kemoterapi seperti trastuzumab dapat mempengaruhi ginjal dan paru-paru janin. Kemoterapi juga dapat mempengaruhi produksi sel darah yang menyebabkan produksi sel darah putih menurun sehingga bayi lebih rentan mengalami infeksi.
Kanker serviks pada saat kehamilan relatif jarang ditemukan. Biasanya ditemukan pada stadium awal sehingga kehamilan dan persalinan masih dapat berjalan dengan baik. Terapi yang diberikan bergantung pada trimester dan ketersediaan terapi serta target terapi. Pasien yang ingin hamil setelah terapi kanker perlu menyampaikan pada dokter sebelum terapi dimulai agar terapi yang diberikan dapat sesuai dan tidak menimbulkan efek infertilitas.
REFERENSI
Ditulis oleh: dr. Fadhilla Chrisanti
Disunting oleh: dr. Daniel Rizky, SpPD-KHOM