Human papillomavirus (HPV) merupakan faktor risiko utama terjadinya kanker leher rahim (serviks). Kanker serviks merupakan kanker tertinggi kedua di Indonesia. Estimasi insidens kanker serviks di Indonesia tahun 2018 sebesar 23,4 per 100.000 perempuan dengan kematian 13,9 per 100.000 perempuan. Kanker serviks sesungguhnya dapat dicegah. Deteksi dini dengan melakukan tes IVA atau pap smear secara rutin menjadi pencegahan pada wanita yang sudah menikah. Sedangkan untuk wanita muda yang belum menikah, pencegahan utamanya berupa vaksinasi HPV. Pemerintah sendiri sudah memiliki program vaksinasi HPV yang diberikan pada anak remaja secara gratis. Pada Tahun 2017, cakupan vaksinasi HPV untuk kelas 5 SD di DKI Jakarta 89,4%, dan di Jakarta Pusat sebesar 90,1%. Sebenarnya, ap aitu vaksin HPV? Harus berapa kali dilakukan pengulangan? Yuk kita simak!
Vaksin HPV pertama terdaftar pada tahun 2006. Saat ini terdapat 6 vaksin yang beredar. Vaksin HPV utamanya diberikan pada individu yang belum pernah melakukan hubungan seksual dimana individu tersebut dianggap belum pernah terpapar HPV pada organ reproduksinya. Semua vaksin mengandung komponen mirip virus yang akan dikenali sistem imun. Vaksin HPV tidak mengandung partikel virus aslinya, maka tidak menular. Semua jenis vaksin HPV mengandung HPV tipe 16 dan 18, tipe yang menyebabkan kanker serviks. Vaksin jenis nonavalen juga mengandung HPV tipe 31, 33, 45, 52 dan 58 yang termasuk jenis HPV high-risk (berisiko menimbulkan keganasan). Vaksin HPV kuadrivalen dan nonavalen mengandung HPV tipe 6 dan 11 yang menyebabkan kutil anogenital.
Semua vaksin HPV diindikasikan untuk diberikan pada wanita berusia 9 tahun atau lebih, dan dapat diberikan hingga wanita berusia 45 tahun. Vaksin terutama diberikan pada wanita muda usia 9-26 tahun (sangat direkomendasikan), wanita dewasa usia 27-45 tahun (tidak terlalu direkomendasikan namun tetap dapat menerima vaksin), serta wanita hamil (diberikan setelah persalinan). Beberapa vaksin HPV juga dapat diberikan pada pria. Vaksin HPV diberikan sebagai pencegahan lesi prakanker serviks dan kanker yang disebabkan oleh HPV tipe high-risk. Bentuk vaksin HPV berupa jarum suntik yang sudah berisi vaksin atau didalam botol dosis tunggal atau berisi dua dosis. Vaksin disuntikan pada otot lengan atas, dengan dosis sebanyak 0,5 ml. dosis yang direkomendasikan WHO:
Vaksin Cervarix dapat diberikan pada anak perempuan dan laki-laki berusia 9–14 tahun. Pemberian sebanyak 2 dosis (jarak antara dosis pertama dan kedua 5–13 bulan). Jika pada saat pemberian dosis pertama usia ≥15 tahun, maka perlu diberikan tiga dosis (dosis kedua berjarak 1–2,5 bulan dari dosis pertama dan dosis ketiga berjarak 5–12 bulan dari dosis pertama).
Vaksin Cecolin diberikan pada anak perempuan berusia 9-14 tahun. Pemberian sebanyak 2 dosis (jarak antara dosis pertama dan kedua 6 bulan). Pada anak usia 15 tahun, diberikan 3 dosis (dosis kedua berjarak 1-2 bulan dari dosis pertama dan dosis ketiga berjarak 5-8 bulan dari dosis pertama).
Vaksin Walrinvax diberikan pada anak perempuan berusia 9-14 tahun. Pemberian sebanyak 2 dosis (jarak antara dosis pertama dan kedua 6 bulan, dengan interval minimal 5 bulan). Pada anak usia 15 tahun, perlu diberikan 3 dosis (dosis kedua berjarak 2–3 bulan dari dosis pertama dan dosis ketiga berjarak 6–7 bulan dari dosis pertama).
Gardasil diberikan untuk anak perempuan dan laki-laki berusia 9-13 tahun sebanyak 2 dosis (jarak dosis pertama dan kedua 6 bulan). Pada anak usia 14 tahun, diberi 3 dosis (jarak dosis kedua 1–2 bulan dari dosis pertama dan dosis ketiga 4–6 bulan dari dosis pertama).
Cervavax diberikan untuk anak perempuan dan laki-laki berusia 9-14 tahun, sebanyak 2 dosis (jarak dosis pertama dan kedua 6 bulan). Pada anak berusia 15 tahun, diberi 3 dosis (dosis kedua 2 bulan setelah dosis pertama dan dosis ketiga 6 bulan setelah dosis pertama).
Gardasil9 diberiikan untuk anak perempuan dan laki-laki berusia 9–14 tahun sebanyak 2 dosis (jarak dosis pertama dan kedua 5–13 bulan). Anak usia 15 tahun, diberi 3 dosis (jarak dosis kedua 1-2 bulan dari dosis pertama dan dosis ketiga 4-6 bulan dari dosis pertama
Saat ini di Indonesia tersedia vaksin Gardasil dan Cervarix.
Vaksin HPV sangat imunogenik. Vaksin disuntikan pada otot, memberi respon cepat ke kelenjar getah bening dan menimbulkan reaksi imunitas dengan memori yang kuat. Dalam uji klinis, antibody yang terbentuk mencapai puncak dalam 4 minggu dan menurun perlahan 12-18 bulan berikutnya sebelum akhirnya stabil. Respons terhadap vaksinasi jauh lebih kuat daripada respons setelah infeksi alami. Dosis pemberian vaksin HPV pertama kali adalah sebanyak 3 dosis. Namun, saat ini untuk remaja pemberian 2 dosis dirasa cukup, berdasarkan data imunogenisitas dan efektivitas vaksin.
Dalam uji coba vaksin bivalen (Cecolin) pemberian 3 dosis pada wanita wanita berusia 18–45 tahun, antibodi terbentuk 100% 66 bulan pascavaksinasi untuk HPV tipe 16 dan 98% untuk HPV tipe 18. Pada vaksin kuadrivalen (Gardasil), antibodi pada 14 tahun pascavaksinasi 98% terbentuk untuk HPV tipe 6, 98% untuk HPV tipe 11, 100% untuk HPV tipe 16 dan 94% untuk HPV tipe 18. Antibodi terhadap HPV tipe 16 dan HPV tipe 18 masing-masing 6 dan 12 kali lipat lebih tinggi, untuk bivalen (Cervarix) dibandingkan dengan vaksin kuadrivalen (Gardasil) pada 5 dan 12 tahun setelah anak perempuan divaksinasi pada usia 16-17 tahun. Pada penerima vaksin quadrivalent (Gardasil), antara 2 dan 4 tahun dan 5-7 tahun terjadi penurunan 45% dalam titer antibodi terhadap HPV tipe 16 dan penurunan titer antibodi terhadap HPV tipe 18 sebesar 29%. Pada penerima vaksin bivalen (Cervarix), antibodi penawar terhadap HPV tipe 16 dan HPV tipe 18 stabil hingga 12 tahun setelah vaksinasi.
Dalam penelitian yang membandingkan periode pravaksinasi dan pascavaksinasi, prevalensi infeksi HPV tipe 16 dan HPV tipe 18 menurun secara signifikan, sebesar 83% di antara anak perempuan berusia 13–19 tahun dan sebesar 66% di antara wanita berusia 20–24 tahun setelah 5–8 tahun vaksinasi. Dalam suatu studi, vaksin bivalen (Cervarix) 86% efektif untuk wanita yang divaksinasi pada usia 12–13 tahun dan 51% efektif untuk wanita yang divaksinasi pada usia 17. Studi lainnya, lebih dari 1 juta wanita berusia 10-30 tahun, yang telah menerima vaksinasi kuadrivalen (Gardasil) pertama mereka sebelum usia 17 tahun memiliki risiko kanker serviks 88 % lebih rendah dibandingkan wanita yang tidak divaksinasi. Dalam studi observasional yang menggunakan data registrasi kanker berbasis populasi untuk wanita hingga usia 30, pengenalan program imunisasi HPV bivalen (Cervarix) menunjukan eliminasi kanker serviks di antara wanita yang divaksinasi pada usia 12-13 tahun.
Pada individu yang sudah terinfeksi HPV dan/atau hasil pap smear abnormal, harus tetap menerima vaksin HPV jika termasuk dalam kelompok usia yang menjadi prioritas pemberian vaksin (usia 9 hingga 26 tahun) karena vaksin dapat melindungi mereka dari infeksi HPV tipe high-risk. Namun, perlu diingat bahwa vaksinasi tidak akan menyembuhkan infeksi HPV yang sedang diderita ataupun akan mengubah hasil pap smear. Meskipun vaksin HPV aman diberikan kepada orang yang sudah terinfeksi HPV, vaksin memberi manfaat yang lebih maksimal jika diberikan sebelum aktif secara seksual. Dan meskipun sudah divaksinasi, karena vaksin HPV tidak melindungi dari semua tipe HPV yang dapat menyebabkan kanker, pada wanita yang telah divaksinasi tetap disarankan untuk melakukan skrining dan deteksi dini seperti tes IVA dan pap smear.
Kanker serviks memiliki angka kematian yang cukup tinggi, dan mengingat infeksi HPV sangat lazim terjadi, maka diperlukan pencegahan maksimal untuk mencegah agar tidak menderita kanker serviks. Upaya yang dapat dilakukan dengan melakukan vaksinasi terutama pada anak perempuan sebelum mereka aktif secara seksual dan rutin melakukan skrining pada perempuan yang sudah aktif secara seksual dengan melakukan tes IVA atau pap smear. Saat ini pemerintah Indonesia sudah memfasilitasi dengan memberikan vaksinasi HPV pada anak di tingkat sekolah dasar dalam program Bulan Imunisasi Anak Sekolah.
Referensi:
Ditulis oleh: dr. Fadhilla Chrisanti
Disunting oleh: dr. Daniel Rizky, SpPD-KHOM