Berita

←   Kembali ke daftar berita Skrining Kanker Paru-Paru: Bagaimana Caranya?

Skrining Kanker Paru-Paru: Bagaimana Caranya?

Kanker paru merupakan jenis kanker yang banyak ditemukan di Indonesia. Pada tahun 2020, kanker paru-paru menempati jumlah kanker terbanyak nomor 3 setelah kanker payudara dan kanker serviks. Data dari GLOBOCAN menunjukkan insiden kanker paru-paru tahun 2020 di Indonesia adalah sebanyak 34.783 kasus baru, atau setara 8,8% dari keseluruhan kasus kanker.

Terlebih, World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa kanker paru-paru menjadi penyebab kematian terbanyak akibat kanker pada tahun 2020. Kanker paru-paru juga seringkali tidak menimbulkan gejala hingga sudah stadium lanjut. Untuk itu, skrining kanker paru-paru menjadi penting, terutama bagi populasi berisiko.

Siapa yang perlu skrining kanker paru-paru?

Terdapat pertimbangan bahwa kanker paru-paru hanya perlu dilakukan pada kelompok populasi yang berisiko. Hal ini dikarenakan adanya kemungkinan risiko yang juga muncul dari penggunaan Low Dose CT-Scan (LDCT) yang digunakan untuk skrining, yaitu paparan radiasi (walaupun dalam jumlah yang minimal). Selain itu, LDCT juga berpotensi menemukan abnormalitas pada paru selain kanker, namun pasien perlu menjalani berbagai invasif seperti biopsi, untuk menentukan diagnosis. 

Untuk itu, American Cancer Society telah meninjau berbagai studi terkait skrining kanker paru-paru dan menyimpulkan bahwa populasi berisiko yang memerlukan skrining adalah sebagai berikut:

  1. Berusia 50-80 tahun
  2. Orang-orang yang merupakan perokok berat (20 pack-year), misalnya sudah merokok lebih dari 1 bungkus per hari selama 20 tahun [1 x 20 = 20], atau 2 bungkus per hari selama 10 tahun [2 x 10 = 20]
  3. Saat ini perokok aktif, atau telah berhenti merokok dalam waktu 15 tahun terakhir

Prosedur Skrining Kanker Paru-Paru

Pertama, Kawan Sehat perlu berkonsultasi dengan dokter pulmonologi untuk berdiskusi perlu atau tidaknya skrining kanker paru-paru berdasarkan usia, riwayat merokok, dan kondisi kesehatanmu. Dokter akan melakukan anamnesis lengkap dari mulai gejala, faktor risiko, riwayat penyakit dalam keluarga, dan lain-lain. 

Kedua, dokter dapat menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan pencitraan pada dada. Rontgen dada biasanya menjadi pemeriksaan tahap awal, walaupun diketahui tidak akurat untuk mendeteksi kanker paru-paru. Setelah rontgen, dokter dapat menyarankan untuk pencitraan menggunakan Low Dose CT-Scan (LDCT), yaitu metode pencitraan yang direkomendasikan untuk skrining kanker paru-paru. Sebelumnya, dokter akan akan menyuntikkan pewarna khusus yang disebut media kontras untuk membantu meningkatkan kualitas gambar. Pemeriksaan ini tidak menimbulkan rasa sakit dan memakan waktu antara 10 sampai 30 menit. 

Hasil “positif” menandakan ada hal yang abnormal, seperti nodul dengan ukuran yang mengkhawatirkan. Maka, diperlukan pemeriksaan lanjutan untuk mendiagnosa dengan pasti. Pemeriksaan ini dapat dilakukan di beberapa Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan yang memadai di Indonesia.

Referensi

  1. Globocan. Lung Fact Sheets 2020. International Agency for Research on Cancer WHO. 2020. Accessed at https://gco.iarc.fr/today/data/factsheets/cancers/15-Lung-fact-sheet.pdf 
  2. Aberle DR, Adams AM, Berg CD, et al; National Lung Screening Trial Research Team. Reduced lung-cancer mortality with low-dose computed tomographic screening. N Engl J Med. 2011;365(5):395-409.
  3. American Academy of Family Physicians (AAFP). Lung Cancer Screening, Adult. Accessed at: https://www.aafp.org/family-physician/patient-care/clinical-recommendations/all-clinical-recommendations/lung-cancer.html on August 27, 2021.

 

Ditulis oleh: dr. Salma Suka Kyana Nareswari, MRes

Disunting oleh: dr. Daniel Rizky, SpPD-KHOM